Monday, April 18, 2016

TATA CARA PEMERIKSAAN MANAJEMEN PERADILAN

   I.  PROGRAM KERJA DAN PENCAPAIAN TARGET

1.Dalam penyusunan program kerja apakah Ketua Pengadilan Tingkat Banding/Ketua Tingkat Pertama mengikut sertakan Wakil Ketua, para Hakim,  Panitera, Sekretaris, Panitera Muda, dan pejabat struktural lainnya.

2.Apakah program kerja dibuat berdasar Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang diterbitkan oleh Lembaga Adminstrasi Negara.

3.Apakah program kerja mencakup :
a.Pernyataan visi, misi, strategi, dan faktor-faktor keberhasilan  organisasi.
b.Rumusan tentang tujuan, sasaran dan uraian aktivitas organisasi.
c. Uraian tentang cara pencapaian tujuan dan sasaran.

4.Apakah program kerja meliputi seluruh kegiatan secara rinci disertai jadwal dan target yang akan dicapai serta disesuaikan juga dengan DIPA tahun berjalan.

5.Apakah telah disusun penciptaan indikator kinerja atau ukuran keberhasilan program yang telah disusun serta tujuan yang akan dicapai oleh pengadilan pada tahun berjalan. 

II.  PENGAWASAN DAN PEMBINAAN

1.Pelaksanaan pembagian tugas antara Ketua dengan Wakil Ketua serta bekerja sama dengan baik.
2.Pembagian dan penetapan tugas dan tanggungjawab secara jelas dalam rangka mewujudkan keserasian dan kerja sama antara sesama pejabat/petugas yang bersangkutan.
3.Apakah Wakil Ketua telah berfungsi sebagai koordinator pengawasan didaerahnya masing-masing.
4.Apakah Hakim Pengawas yang telah ditunjuk telah melaksanakan tugas pengawasan dan telah memberi petunjuk serta bimbingan yang diperlukan baik bagi para pejabat struktural maupun pejabat fungsional dan petugas yang terkait.
5.Apakah pelaksanaan tugas pengawasan telah dibuat laporan secara tertulis.
6.Apakah laporan tersebut telah dievaluasi dan telah diberikan penilaian untuk kepentingan peningkatan jabatan. Kalau sudah dievaluasi bagaimana hasilnya. Kalau belum dievaluasi, apa kendalanya.
7.Apakah telah dilaporkan evaluasi hasil pengawasan dan penilaiannya kepada Pengadilan Tingkat Banding dan Mahkamah Agung.
8.Mengawasi pelaksanaan court calendar dengan ketentuan setiap perkara pada asasnya harus putus termasuk minutasinya dalam waktu paling lambat 6 bulan dan mengumumkannya pada pertemuan berkala dengan para hakim.
9.Apakah Ketua Pengadilan Tingkat Pertama telah mengeksaminir perkara yang telah diputus oleh para hakim dalam lingkungannya, kemudian hasilnya telah dikirim ke Pengadilan Tingkat Banding tembusan ke Mahkamah Agung, untuk menjadi salah satu bahan promosi.

III.  Kendala dan Hambatan

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, apakah ada kendala dan hambatan baik dari segi sarana dan prasarana, maupun  dari  segi anggaran dan personil. Untuk melihat kendala dan hambatan unit kerja yang diperiksa harus wawancara dengan pejabat yang terkait dan melihat langsung kenyataan yang ada.
Kalau kendala dan hambatan  ada, maka ditanyakan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding/Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, tentang jalan keluar apa yang telah ditempuh.

IV.  FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG

Salah satu faktor keberhasilan pelaksanaan tugas sehari-hari adalah pemanfaatan faktor-faktor pendukung dalam satu unit kerja. Oleh karena itu adakan wawancara, dan lihat kenyataan yang ada apakah dalam unit kerja yang diperiksa ada faktor pendukung.
1. Catat berapa faktor pendukung yang ada.
2. Apakah faktor pendukung yang ada itu telah dimanfaatkan.
3. Kalau tidak dimanfaatkan kendalanya dimana.

V.   EVALUASI KEGIATAN

1.  Apakah ada rapat khusus untuk mengevaluasi kegiatan?
2.  Apakah rapat khusus tersebut diadakan secara rutin?
3.  Apakah evaluasi yang dilakukan berdampak positif tentang  pelaksanaan kegiatan?

Terhadap temuan yang didapatkan dalam pemeriksaan diatas khususnya temuan yang perlu ditindak lanjuti, maka dibuatkan Lembar Temuan Pemeriksaan (LTP),  yang isinya  :  kondisi,  kriteria, sebab, akibat serta  tanggapan obrik dan kontrak kinerja. Setelah itu dirumuskan penilaian hasil pemeriksaan ke dalam Uraian Hasil Pemeriksaan.


MATERI PEMERIKSAAN DALAM BUKU PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAWASAN (Keputusan Ketua Mahkamah Agung No.KMA/080/SK/VIII/2006, Tgl 24-8-2006)


I. PENGAWAS RUTIN/REGULER

1. Manajemen Peradilan

2. Administrasi Perkara

3. Administrasi Persidangan dan Pelaksanaan Putusan

4. Administrasi Umum

a. Kepegawaian

b. Keuangan (Current Audit/sedang berjalan)

c. Inventaris

d. Perpustakaan, Tertib Persuratan dan Perkantoran

5. Pelayanan Publik


II. PENGAWASAN KEUANGAN
1. Post Audit/akhir tahun anggaran atau pengaduan atau indikasi penyimpangan

2. Review atas Laporan Realisasi Keuangan


III. PENANGANAN PENGADUAN


IV. PENGADAAN BARANG DAN JASA



PENGERTIAN PEMERIKSAAN (AUDIT)

Proses kegiatan yang bertujuan untuk meyakinkan tingkat kesesuaian antara suatu kondisi yang menyangkut kegiatan suatu entitas dengan kriterianya, yang dilakukan oleh auditor yang kompeten dan independen dengan mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti pendukungnya secara sistimatis, analitis, kritis dan selektif, guna memberikan pendapat atau kesimpulan dan rekomendasi kepada pihak yang berkepentingan.


KEGIATAN YANG DILAKUKAN

1. Kegiatan secara sistimatis.

2. Dapatkan dan evaluasi bukti.

3. Meyakinkan tingkat kesesuaian dengan kriteria yang telah ditetapkan (UU. No.17/2003 Tentang Keuangan Negara, UU.No.1/2004 Tentang Perbendaharaan, PP. No.21 dan 22 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Berdasar Prestasi Kerja, Keppres No.80/2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, dan Peraturan yang terkait).

4. Mengkomunikasikan hasil audit kepada pihak yang berkepentingan/ berwewenang.


UNSUR TEMUAN PEMERIKSAAN

1. Kondisi :

Merupakan fakta apa sebenarnya terjadi.

2. Kriteria :

Merupakan apa yang seharusnya ada yang digunakan sebagai pembanding dari kondisi.

3. Akibat :

Merupakan apa yang ditimbulkan dari perbedaan antara kondisi dengan kriteria (efesien, ekonomis dan efektif).

4. Sebab :

Mengapa sampai terjadi kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria.


MATERI PEMERIKSAAN PENGAWASAN KEUANGAN

1. Penentuan Obyek

a. Untuk MA setiap tahun.

b. Di daerah sesuai program.

c. Perintah Pimpinan MA/Kabawas.

d. Permintaan Obrik.



2. Persiapan Pemeriksaan

a. Penunjukan petugas.

b. Pengumpulan dan penelaan data :

1) Aturan ;

2) DIPA ;

3) Laporan kegiatan;

4) Laporan pemeriksaan sebelumnya

c. Penyusunan program kerja pemeriksaan (PKP) :

1) Organisasi ;

2) Jadwal ;

3) Objek, sasaran dan ruang lingkup ;

4) Langkah-langkah.

3. Pelaksanaan Pemeriksaan

a. Pertemuan awal.

b. Penutupan kas :

1) Operasi brankas ;

2) Memerintahkan menutup Buku Kas Umum BKU ;

c. Pengujian perhitungan keuangan ;

1) Menghitung penerimaan (SPP/SPM) dan pengeluaran (Kuitansi atau SPK atau dan kontrak) ;

2) Membandingkan hasil opname kas dengan BKU ;

d. Pencatatan data umum objek pemeriksaan.

e. Pemeriksaan pengendalian keuangan :

1) Organisasi pengelolah ;

2) Rencana penggunaan anggaran ;

3) Pengawasan atasan langsung ;

f. Pemeriksaan penatausahaan keuangan :

1) Kelengkapan buku ;

2) Pengisian buku ;

3) Cara penyimpanan uang.

g. Pemeriksaan penerimaan anggaran :

1) Apa ada hambatan penerimaan ;

2) Anggaran yang diserap.

h. Pemeriksaan penerimaan Negara.

i. Pemeriksaan pengeluaran :

1) Bukti pengeluaran ;

2) Efisiensi dan efektifitas pengeluaran ;

3) Prosedur dan kebenaran pengeluaran.

j. Pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan :

Ketepatan dan kebenaran pembuatan laporan.

k. Pemeriksaan pembuatan daftar realisasi keuangan.



MATERI PEMERIKSAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA


I. Dokumen pengadaan dan kriteria evaluasi.

II. Strategi pemeriksaan pengadaan jasa konsultansi dengan sistem evaluasi kualitas.

III. Strategi pemeriksaan kerangka acuan kerja untuk jasa konsultan.

IV. Strategi pemeriksaan pengadaan jasa konsultansi dengan sistem evaluasi kualitas teknis dan biaya.

V. Strategi pemeriksaan jasa konsultansi dengan sistem evaluasi PAGU anggaran.

VI. Strategi pemeriksaan terhadap evaluasi biaya terendah.

VII. Strategi pemeriksaan terhadap evaluasi penunjukan langsung.

VIII. Strategi pemeriksaan jadwal pelaksanaan pengadaan jasa konsultansi.

IX. Strategi pemeriksaan harga perhitungan sendiri (HPS) untuk pekerjaan pengadaan barang dan jasa (PBJ).

X. Strategi pemeriksaan HPS untuk pekerjaan jasa konsultansi.

XI. Strategi pemeriksaan penyusunan dokumen PBJ.

XII. Strategi pemeriksaan dokumen pengadaan jasa konsultansi.

XIII. Strategi pemeriksaan dokumen pengadaan jasa konsultansi.

XIV. Strategi pemeriksaan PBJ dari penyedia (rekanan).

XV. Strategi pemeriksaan pelaksanaan pengadaan jasa konsultansi.

XVI. Strategi pemeriksaan dokumen kontrak.

XVII. Strategi pemeriksaan pelaksanaan kontrak.

XVIII. Strategi pemeriksaan PBJ dengan swakelola.

XIX. Strategi pemeriksaan penyesuaian harga.



SISTEM PENGADAAN BARANG DAN JASA :

1. PENYEDIA BARANG DAN JASA

a. Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan

1) Pelelangan Umum - Prinsip

2) Pelelangan Terbatas – Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas (pekerjaan kompleks)

3) Pemilihan Langsung – No.1 dan 2 dinilai tidak efesien

4) Penunjukan langsung :

- Keadaan tertentu (Penanganan darurat dan/atau pekerjaan yang perlu dirahasiakan, dan/atau nilai maksimun 50 juta rupiah).

- Keadaan khusus (berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah, atau hanya dapat dilaksanakan oleh satu penyedia, atau hasil peroduksi usaha kecil).

b. Pengadaan Jasa Konsultansi

1). Seleksi Umum

2) Seleksi Terbatas

3) Seleksi Langsung

4) Penunjukan Langsung



2. SWAKELOLA

PROSES PENGADAAN

1. Persiapan

a. Perencanaan.

b. Pembentukan panitia/penunjukan pejabat pengadaan.

c. Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan.

d. Pengumuman rencana pengadaan.

e. Penyusunan harga perhitungan sendiri (HPS).

f. Menyiapkan dokumen pengadaan.

g. Undangan pelelangan.

2. Pelaksanaan Pengadaan

a. Kualifikasi/penilaian calon penyedia barang dan jasa.

b. Pemasukan dan evaluasi penawaran.

c. Penetapan pemenang, sanggahan dan pengaduan masyarakat.

d. Penandanganan kontrak.

e. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan

f. Penerimaan hasil pekerjaan.

g. Pembayaran nilai kontrak.

Tuesday, April 12, 2016

Bantahan Terhadap Pokok Perkara

Dalam hukum acara perdata, setiap orang dan/atau badan hukum yang digugat oleh penggugat di pengadilan, disebut sebagai tergugat dan diberikan hak untuk mengajukan jawaban dan bantahan terhadap pokok perkara dalam gugatan penggugat tersebut.
Bantahan yaitu upaya tangkisan atau pembelaan yang diajukan tergugat terhadap pokok perkara. Pengertian ini dapat pula diartikan:
·         Jawaban tergugat mengenai pokok perkara;
·         Bantahan yang langsung ditujukan tergugat terhadap pokok perkara.
Intisari (esensi) dari bantahan terhadap pokok perkara, berisi alasan dan penegasan yang sengaja dibuat dan dikemukakan tergugat, baik secara lisan maupun secara tulisan dengan maksud untuk menyanggah atau menyangkal kebenaran dalil gugatan yang dituangkan tergugat dalam jawabannya. Dengan kata lain, bantahan terhadap pokok perkara disampaikan dalam jawaban tergugat untuk menolak dalil gugatan penggugat.

Monday, April 11, 2016

PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA

DEFINISI

Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. (Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah)

PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA (BMN)

Ø Adanya pemisahan peran antara pengelola dan pengguna (pasal 42, 43, dan 44 UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara), terutama mengenai hak dan kewajiban;

Ø Barang Milik Negara yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahkan (Pasal 45 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004). Dengan demikian, pemanfaatan BMN diarahkan untuk penyelenggaraan Tupoksi.

Ø Penjualan BMN prinsipnya dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu yang pengaturan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah (Pasal 48 UU No. 1 Tahun 2004).

Ø BMN yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia yang bersangkutan (Pasal 49 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004).

Ø Bangunan Milik Negara harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan dengan tertib (Pasal 49 ayat (2) UU No. 1/2004).

Ø BMN dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan, dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman, dan dilarang untuk dilakukan penyitaan (Pasal 49 ayat (4) dan (5) serta pasal 50 huruf c dan d UU No. 1 Tahun 2004).

Ø Penggunaan BMN sebatas untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi departemen/lembaga yang bersangkutan (pasal 6 ayat 2e dan pasal 8 ayat 2d PP 27/2014)
Ø Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan oleh Pengguna untuk penyelenggaraan tupoksi wajib diserahkan (pasal 49 ayat 3 UU 1/2004 dan penjelasan PP 27/2014) kepada Pengelola Barang, untuk :
§  Dialihkan status penggunaan kepada Pengguna Barang lainnya;
§  Dimanfaatkan;

§  Dipindahtangankan.

Untuk selengkapnya silakan download PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA

ALUR PENANGANAN PERKARA PIDANA

ALUR PENANGANAN PERKARA PIDANA

oleh

Albertina

silakan download disini

KEUNIKAN STATUS HAKIM DIBANDINGKAN DENGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEUNIKAN STATUS HAKIM DIBANDINGKAN DENGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Oleh
ANSYAHRUL

Disampaikan pada Diskusi Publik dengan tema DESAIN STATUS HAKIM
yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian & Advokasi untuk Independensi Peradilan ( LeIP )
pada hari Jumat, tanggal 5 Desember 2014 di Jakarta


I. PENDAHULUAN

Ada lima hal yang menjadikan status Hakim itu unik bila dibandingkan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu :

1.  Beratnya beban tugas para Hakim yaitu diberi kewenangan untuk menghakimi dan menjatuhkan hukuman terhadap sesama manusia. Dari sisi kemanusiaan, proses mengadili adalah sebuah pergulatan kemanusiaan, sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Mr. Roeslan Saleh yang menulis sebagai berikut : “Mengadili adalah suatu proses yang dengan susah payah telah terjadi di antara manusia dan manusia. Mengadili adalah suatu pergulatan kemanusiaan untuk mewujudkan hukum. Mengadili tanpa suatu hubungan yang bersifat sesama manusia pada hakekatnya tidaklah mungkin” 1.

Pendapat ini benar sekali karena seorang hakim yang notabene juga seorang manusia, harus menghakimi sesama manusia, dimana si hakim sebagai manusia biasa tentu juga mempunyai kelemahan-kelemahan, tapi ia harus mampu mengatasi itu dan menghadapi tantangan itu.

2.  Para Hakim adalah pelaku yang mengaktualisasikan, mengimplementasikan, atau mewujudkan peranan dari kekuasaan kehakiman atau fungsi yudikatif dalam suatu negara yang menurut prinsip universal harus bebas dari pengaruh dan campur tangan pihak manapun.

3.  Prof. Oemar Seno Adji menjelaskan bahwa menurut paham Rechtstaat maupun Rule of Law, suatu pengadilan yang bebas merupakan suatu syarat yang indispensable, kebebasan tersebut dalam pengertian bebas dari campur tangan Eksekutif maupun Legislatif, meskipun demikian tidak berarti bahwa Hakim boleh bertindak sewenang-wenang, karena Pengadilan dalam menjalankan tugasnya, subordinated, terikat pada hukum. Pengadilan harus bebas dari pengawasan, pengaruh, dan campur tangan kekuasaan lain2.

4. Berarti kebebasan Hakim adalah merupakan turunan atau derivatif dari kemerdekaan kekuasaan kehakiman.

5.  Dalam melaksanakan tugasnya, para Hakim tidak hanya menerapkan hukum, tetapi dalam hal-hal tertentu juga menemukan dan menciptakan hukum.
6.  Jabatan Hakim diatur secara khusus di dalam Konstitusi pada pasal tersendiri yaitu Pasal 25 Undang-Undang Dasar 1945.
7.  Para Hakim harus menjalani permutasian yang ketat sampai masa pensiunnya.

Sampai saat ini status Hakim ada dua, yaitu ;
a. Para Hakim di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara berstatus Pegawai Negeri Sipil ( PNS ).
b. Para Hakim di lingkungan Peradilan Militer berstatus Anggota Tentara Nasional Indonesia ( TNI ).

Para Hakim yang berstatus PNS berarti adalah bagian dari Aparatur Sipil Negara yang berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, ditentukan bahwa :
“Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN”.

Menurut teori, perlu dibedakan pengertian “pemerintah” dan “pemerintahan”, yaitu : “pemerintah” adalah dalam pengertian luas yang berarti adalah “negara”, sedangkan “pemerintahan” adalah dalam pengertian sempit yaitu “fungsi eksekutif”. Jadi dalam hal kekuasaan tertinggi dalam kebijakan pembinaan profesi, dan manajemen ASN ada pada Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan yang berarti dalam fungsi eksekutif. Tetapi Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan pengertian yang berbeda dimana “pemerintahan” menunjuk kepada “negara”, sedangkan “pemerintah” menunjuk kepada “kekuasaan eksekutif”.

Berbeda halnya dengan para Hakim Militer, sesuai dengan kekhususan kewenangan peradilan militer yang hanya berwenang mengadili perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh Anggota TNI yang notabene adalah aparat eksekutif. Namun demikian seharusnya juga harus bebas dari keterkaitan dengan kekuasaan eksekutif. Hal ini jelas mempengaruhi kemandirian peradilan.

1 Roeslan Saleh, Mengadili Sebuah Pergulatan Kemanusiaan, Aksara Baru, Jakarta, 1979, halaman 22
2 Lihat : Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Erlangga, Jakarta, 1985, halaman 20, 46, dan 49 




MEMBANGUN SISTEM PENGAWASAN INTERNAL DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

MEMBANGUN SISTEM PENGAWASAN INTERNAL 
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

oleh


Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan


silakan download disini