Saturday, April 29, 2017

REQUISITOR JAKSA PENUNTUT UMUM (JPU) DALAM KASUS AHOK

Oleh : Arief Mursi

Setelah publik mengetahui tuntutan JPU atas dakwaan penistaan agama oleh tersangka Basuki Tjahaya Purnama alias A Hok, hanya dituntut 1 (satu) tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun, maka banyak pihak yang keberatan karena dianggapnya tuntutan JPU tersebut terlalu ringan, bahkan ada yang sampai mengatakan ada campur tangan pemerintah yang berkuasa, ada pula yang mengatakan peradilan sandiwara atau hanya dagelan.

Yang seperti ini kita abaikan saja, karena sulit dibuktikan.
 Dalam hal tersebut orang mungkin lupa kalau JPU itu adalah aparat pemerintah langsung di bawah struktur Kepala Pemerintahan, jadi bukan campur tangan atau intervensi.

Pemerintah memang terlibat langsung dalam masalah itu, mungkin atas petunjuk Kajagung, dan lain sebagainya. Meskipun tetap netral, kebebasan seorang JPU dalam menuntut suatu perkara, berbeda jauh dengan kebebasan Hakim dalam mengadili, yang di back-up oleh konstitusi dan undang-undang.

Melihat tuntutan tersebut, sangat boleh jadi Hakim (ambtshalve):

(1) menjatuhkan hukuman yang lebih berat, karena Hakim tidak terikat oleh tuntutan JPU, misalnya menjatuhkan pidana penjara satu atau dua tahun atau bahkan lebih (bukan hukuman percobaan). Dalam perkara pidana Hakim boleh ultra petita, apalagi kalau mempertimbangkan hukum yang hidup di masyarakat, dalam beberapa kasus, Hakim menjatuhkan pidana melebihi tuntutan JPU, antara lain:
1. Adam Damiri dalam Kasus Pelanggaran HAM dituntut bebas diputus 3 tahun penjara.
2. Zulisman Kasus Korupsi Bank Riau dituntut 2 tahun penjara namun diputus 4.5 tahun.
3. Andre Wahyudi Kasus Pembunuhan dituntut 12 tahun namun diputus 15 tahun penjara.

Banyak yurisprudensi untuk ULTRA PETITUM dalam berbagai Kasus Pidana.;

(2) Atau Hakim menyatakan tuntutan JPU terbukti tetapi perbuatan terdakwa tidak dapat dihukum, karena tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana tersebut dalam pasal-pasal KUHPidana, sehingga terdakwa dibebaskan dari tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging), atau;

(3) Hakim menjatuhkan putusan conform (sama) dengan equisitor JPU, atau;

(4) Hakim menyatakan tuntutan JPU sama sekali tidak terbukti, sehingga dakwaan JPU ditolak dan terdakwa bebas murni (vrijspraak van alle rechtsvervolging), tapi ini sangat kecil kemungkinan karena sedemikian banyak alat-alat bukti yang diajukan oleh JPU;

Bagi saya sebagai warga peradilan, negara ini adalah negara hukum (Rechtsstaat) dan persoalan hukum sudah dipercayakan kepada institusi yang kompeten untuk itu. Kalau kita pakai people power (meskipun itu ada benar), maka kedudukan lembaga peradilan termasuk Kejaksaan yang mewakili negara, menjadi lemah.

Tetapi apakah paragraf terakhir tulisan ini sesuai dengan hati nurani Anda? Kita tidak tahu isi dalam dari hati masing-masing.
Berdasarkan reasoning Anda, mana yang Hakim jatuhkan di antara 4 (empat) kemungkinan tersebut?.


Jawaban yang tepat akan kita lihat setelah pembacaan vonis Majelis Hakim.

No comments:

Post a Comment